Jebakan Diskon Menjelang Lebaran |
Seperti
yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, hari raya Lebaran selalu menjadi
momentum tepat bagi setiap produsen menarik minat para pembeli dengan menggelar
pesta diskon besar-besaran.
Daya
beli masyarakat umumnya melonjak saat hari raya Lebaran, selalu dimanfaatkan
pengusaha maupun pusat perbelanjaan untuk menawarkan produk-produk yang mereka
jual dengan harga miring.
Setiap
pengusaha ritel memberikan diskon yang beragam sebagai upaya meningkatkan
penjualan.
Perang
diskon biasanya terjadi saat memasuki bulan Ramadan hingga menjelang Lebaran.
Sebelum itu, pengusaha telah menyiapkan sejak enam bulan lalu.
Ketua
Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey
mengatakan, diskon yang terjadi saat Lebaran memang telah disiapkan pengusaha
sejak enam hingga tujuh bulan sebelumnya melalui pembicaraan dengan supplier.
"Jadi
memang, diskon ini adalah strategi yang dilakukan antara produsen atau supplier
dengan pengusaha ritel untuk bisa memberikan harga terbaik untuk masyarakat,”
Diskon
tersebut merupakan suatu dinamika antara peritel satu dengan lainnya untuk
menjaring konsumen. Beragamnya diskon yang diberlakukan merupakan bentuk kreativitas
dan negosiasi dengan pemasok itu sendiri.
"Tidak
ada aturan yang mengatur (diskon) itu, karena ini kan bagaimana kreativitas dan
usaha-usaha peritel untuk dapat mendongkrak penjualan, terutama di musim-musim
tertentu, seperti Ramadan dan menjelang Lebaran," katanya.
Menurutnya,
dari tahun ke tahun, penjualan di bulan Ramadan hingga menjelang Lebaran ini
menjadi penyumbang terbesar bagi omzet pengusaha.
Bahkan,
berkontribusinya mencapai 45 persen dari omzet pengusaha ritel setahun.
"Karena
memang masyarakat berbelanja itu adalah to consume, apalagi ketika ada THR
(tunjangan hari raya). Makanya, dari tahun ke tahun kami jadikan festive bulan
Ramadan ini yang utama, karena bisa mengkontribusi 40-45 persen omzet
setahun," tuturnya.
Tak
hanya di Indonesia, tren diskon juga terjadi di negara-negara lain saat
memasuki musim tertentu dan hari raya besar.
"Sama
dengan luar negeri juga. Kalau di luar negeri mungkin lebih dikenal dengan
great sale new year, di sana itu terjadi yang namanya cuci gudang, dan itu
adalah suatu program yang sudah dirancang enam bulan sebelumnya," katanya.
Omzet Triliunan
Tak
tanggung-tanggung, sepanjang Ramadan tahun ini Aprindo menargetkan penjualan
hingga Rp200 triliun, atau 35-40 persen lebih tinggi dibanding tahun lalu.
Dengan
demikian, omzet maksimal yang dapat diperoleh peritel baik di bidang makanan
dan dan di luar makanan pada bulan ini sekitar Rp70-80 triliun.
Roy
melihat daya beli di pasar ritel saat ini mengalami kondisi yang lebih baik.
Hal tersebut dipengaruhi turunnya BI rate, bunga pinjaman, harga energi, dan
adanya deregulasi nyata di lapangan yang pro terhadap perekonomian pasar.
"Semua
itu memberikan dampak psikologis terhadap masyarakat untuk kembali berbelanja
ke ritel," kata Roy.
Menurutnya,
pada tahun lalu daya beli masyarakat atau penjualan di pasar retail mengalami
penurunan, karena kecenderungan regulasi dan tarif moneter kurang bersahabat
untuk para pelaku usaha dan berdampak pada konsumen.
"Penurunan
daya beli masyarakat khususnya tahun lalu, tapi tahun ini sudah mulai recovery
kok. Kita bicara sekitar April-Mei,
karena akhir Februari keadaan kita masih jelek," jelas Roy.
Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia mengingatkan
para konsumen agar tidak terjebak perang diskon. Utamanya, produk yang masuk
dalam kategori fashion.
"Tetap
waspada, karena ada barang-barang yang cacat produksi. Selain itu, ada juga
yang didiskon 50 persen, tetapi ternyata barangnya sudah ada sejak tiga tahun
lalu. Artinya sudah usang dan tidak layak pakai," kata Ketua Pengurus
Harian YLKI, Tulus Abadi, saat berbincang dengan VIVA.co.id.
Selain
produk fashion, Tulus menjelaskan, diskon untuk jenis barang makanan dan
minuman pun menjadi produk lainnya yang harus diwaspadai. Sebab, ada
kecenderungan produk yang masuk dalam kategori tersebut justru sudah mendekati
masa tenggat waktu kedaluwarsa.
Maka
dari itu, dia berharap, para konsumen tidak terlena begitu saja dengan diskon
miring yang diberikan oleh para pengusaha maupun pusat-pusat perbelanjaan.
Aspek
kehati-hatian harus menjadi landasan utama konsumen, agar tidak menyesal.
"Biasanya
ada yang cuci gudang karena dia sudah mau mendekati tanggal kedaluwarsa.
Konsumen juga harus hati-hati," katanya.
Ancaman denda Rp5
miliar
YLKI
meminta para pelaku usaha –khususnya di bidang ritel– dapat berlaku adil dalam
memberikan potongan harga setiap produk yang dimilikinya.
Permintaan
itu seiring dengan semakin dekatnya perayaan hari raya Lebaran. Tulus
menjelaskan, sampai saat ini masih ditemukan adanya pengusaha yang berlaku
curang dalam memberikan potongan harga untuk setiap produknya, menjelang
mendekati hari raya Lebaran.
"Mereka
tidak benar-benar memberikan diskon. Mereka menaikkan harga, lalu kemudian
memberikan diskon kepada produk yang harganya dinaikkan," kata Tulus.
Menurut
Tulus, perilaku para pengusaha 'nakal' tersebut jelas masuk dalam kategori
penipuan, dan melanggar ketentuan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Jika terbukti memainkan harga, tentu ada sanksi yang
menunggu.
"Itu
sudah melanggar UU, dan bisa dipidana. Jangan pernah main-main dengan modus
seperti itu. Sanksinya bisa Rp5 miliar, dan penjara dua tahun," tutur dia.
Maka,
YLKI berharap para pengusaha ritel tidak dengan seenaknya memainkan harga,
hanya demi meraup keuntungan semata di hari raya Lebaran. Selain merugikan
konsumen, makna dan esensi dari hari Lebaran pun bisa ternodai. ("VIVA.co.id.”)