Sambudi (kiri), dan anak yang dicubitnya karena tidak melakukan kegiatan salat Dhuha |
Netizen nampak geram dengan membandingkan jenis
hukuman di sekolah zaman dulu. Lebih kejam demi mendisiplinkan siswanya tapi
tak ada yang sampai persidangan, Jumat (1/7/2016).
Kasus
seorang guru di Sidoarjo menjadi pusat perhatian publik.
Sambudi
(45), guru SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo hingga kini masih menjalani
tahapan persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo.
Gara-gara
masalah sepele, orangtua murid yang tak terima anaknya dicubit oleh guru.
Spontan
saja orangtua murid segera melaporkan guru tersebut hingga proses ke pengadilan
jadi bulan-bulanan netizen.
Berbagai
komentar pedaspun jadi sasaran orangtua murid.
Kritikan
dan komentar dengan nada pedaspun kian bermunculan.
Salah
satu di antara sekian banyak para Netizen mengatakan sarannya agar orangtua
yang tidak mau anaknya dihukum untuk segera membuat sekolahnya sendiri.
Tetapi,
ada juga Netizen yang menjelaskan tentang bagaimana hukuman bagi anak didikan zaman
dulu yang terhitung lebih keras untuk mendisiplinkan, mulai dari dipukul
penggaris kayu pada kuku kalau kuku panjang dan kotor, ada juga yang disuruh
push up atau lari keliling lapangan serta berbagai jenis hukuman berat lainnya.
Berikut
beberapa tanggapan Netizen yang mereka curahkan pada kolom komentar saat berita
terkait diturunkan.
Akun
Fyona Tobing: mengatakan “Utk orang
tuanya suruh buat sekolah sendiri dia.
Kami para guru bukan
untuk pengasuh, tp mendidik. Klo kami para guru tak mau mendidik anak negeri
ini mau jd apa generasi bangsa? Lebay x.”
Tuh korupsi meraja
lela, itu yg pantas dibasmi. Hukum mati sekalian. Rusak moral anak negeri ini.
Kasus pemerkosaan dibawah umur dll.
Bang
Jay juga ikut berkomentar dengan mengatakan “duhai adik2ku.. kalian tak alami masaku dulu. masa itu jauh lebih keras
dan kejam. ada kuku di jari kami yg panjang dan menghitam, penggaris kayu tebal
dan panjang siap menghujam.”
Dan kami tak pernah
mempermasalahkan itu, karna sadar akan didikan sang guru, bahwa kedisiplinan
membuahkan kesuksesan, yang dapat kurasakan manfaat dan hikmahnya di
kehidupanku kini...
Liz
Kamil juga ikut berkomentar dengan mengatakan: sama... malah d suruh lari2 keliling lapangan skulh 5 kali gr2 lupa g
ngerjain PR :-(
Komentar
akun Andre Yuliantana: Woey kau yg
melaporkan,,, guru baik itukan anak muridnyanya yg slah kalo tdak slah grunya
gx mungkin nyubit,,, guru itu kan ortu wali kita d skolah klo di apa"in
dskolah itu pasti ad sebabnya jngn asal nglapor" gt knpa,,,heran
Komentar
pedas Dillarhiezflerrjozz: Kasian sekali
pak guru, suruh aja orang tua nya yg didik anaknya sendiri. Gue aja dulu pernah
di tendang, di pukul penggaris, di lempar kapur/spidol sm guru.
Gak pernah sampe
harus ngadu ke ortu.. smoga kebenaran menyertaimu pak...
#saveguruindonesia#savegurubijak
Yosi
Kramer memberikan komentar: Parah tuh
orang tua murid.manfaatin pangkat buat jeblosin guru,masih banyak penjahat yang
berkeliaran di Indonesia,coba anda tangkap Bisa gak,.
Kronologi Pak Sambudi
Dimejahijaukan
Seperti
dikabarkan sebelumnya, berdasarkan Surya, para guru di Sidoarjo sekarang merasa
waswas jika ingin menghukum siswanya.
Hal
ini karena kasus dipengadilannya seorang guru Sidoarjo akibat mencubit siswa
tersebut pada hari Selasa (28/6/2016).
Ratusan
guru di Kota Delta menggelar aksi simpatik bagi salah satu rekannya, Sambudi
(45), guru SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo, yang kini tengah menjalani
sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo.
Sambudi
disidang karena dilaporkan salah satu orangtua murid, Yuni Kurniawan, tidak terima
anaknya SS, dicubit hingga memar.
Ratusan
guru tersebut melakukan aksi long march dari Alun-Alun menuju PN Sidoarjo
sambil menyerukan tindakan keterlaluan aparat hukum yang menyidangkan seorang
guru karena permasalahan sepele.
Ketua
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jatim, Ichwan Sumadi, mengeluarkan
pernyataan penyidangan terhadap Sambudi tersebut berada di luar akal sehat.
"Katakanlah,
seorang guru itu mencubit siswa. Namun, yang dilakukannya itu masih dalam
koridor mendidik. Itu yang dilakukan rekan kami Sambudi terhadap
siswanya," kata Ichwan kepada awak media.
Ichwan
menuturkan kejadian pencubitan itu bermula ketika Sambudi menghukum beberapa
siswa SMP Raden Rahmat karena tidak melakukan kegiatan shalat Dhuha.
Sebelumnya
dijelaskan, kegiatan salat Dhuha tersebut merupakan kebijakan pihak sekolah
untuk menumbuhkan sikap bertaqwa kepada siswanya.
Namun,
beberapa siswa mangkir dari sholat tersebut termasuk anak Yuni Kurniawan, yaitu
SS. Sambudi kemudian menghukum seluruh siswa yang mangkir dengan cara
mencubitnya.
"Tapi
orangtua SS tidak menerimanya bahkan melaporkan Sambudi ke Polsek Balongbendo
hingga saat ini disidangkan. Kami lakukan aksi ini untuk mendukung secara moral
kepada rekan kami," ucap salah satu kawan Sambudi.
Ichwan
menyatakan kejadian ini memiliki potensi adanya kericuhan dalam dunia
pendidikan. Hukuman mencubit, lanjut Ichwan, belum dalam kategori parah.
Apalagi,
tak hanya satu siswa dihukum, melainkan ada 30 siswa yang mendapat hukuman yang
sama.
Ichwan
menduga karena orangtua SS merupakan anggota TNI berpangkat Serka dari satuan
Intel Kodim 0817 Gresik yang akhirnya membuat pihak Polsek Balongbendo
menerapkan hukum positif terhadap peristiwa tersebut.
"Saya
tidak tahu alasan utamanya melaporkan ke polisi apa. Hanya saja, hal seperti
ini bisa dimusyawarahkan," paparnya.
Dari
kejadian ini, lanjutnya, para guru menjadi resah ketika akan menghukum
siswanya. Menghukum demi kebaikan anak didik malah bisa masuk penjara.
Kendati
demikian, Ichwan mengakui masih ada oknum guru yang menghukum siswa secara di
luar batas. Namun menurutnya, hal itu tak nampak pada kasus Sambudi.
"Ini
yang jadi kekhawatiran para guru," ujarnya.
Ruang
Sidang Kartika PN Sidoarjo penuh sesak para guru yang tengah mendukung Sambudi.
Dalam
sidang yang berlangsung pukul 14.00 WIB itu, Sambudi yang memakai seragam korp
PGRI itu nampak tenang menanti tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang
dibacakan Jaksa Andreanus dan Karyati.
Namun,
pihak JPU menyatakan belum menentukan dakwaan sehingga Ketua Majelis Hakim Rini
Sesuni menyatakan sidang ditunda pada 14 Juli 2016.
Kepada
wartawan, Sambudi menyatakan tidak melakukan aksi pencubitan hingga memar
kepada para siswanya. Sambudi menyampaikan yang ia lakukan hanya mengelus dan
menepuk bahu serta pundak siswanya.
"Sembari
saya ingatkan untuk tak mengulanginya lagi. Anak-anak tidak salat Dhuha malah
bermain di tepi sungai," tandas Sambudi.
Kapolsek
Balongbendo, Kompol Sutriswoko, saat ditemui di Mapolres Sidoarjo menyatakan
hal yang berbeda dari keterangan Sambudi.
Menurutnya,
Sambudi secara nyata melakukan tindakan pencubitan tersebut hingga menyebabkan
memar di lengan atas sebelah kanan SS.
"Sudah
dibuktikan pula dengan hasil visum," tukas Sutriswoko.
Dia
menjelaskan, kejadian pada 3 Februari lalu yang dilanjutkan laporan masuk tiga
hari setelahnya.
Saat
laporan masuk, pihaknya langsung melakukan visum yang selanjutnya pada 8
Februari memanggil Sambudi untuk pemeriksaan pertama.
Sutriswoko
menampik kasus ini diteruskan karena orangtua SS merupakan anggota TNI AD.
Kasus ini P-21 lantaran segala unsur pidana telah memenuhi.
Sutriswoko
membeberkan tersangka tak hanya sekali ini saja melakukan kekerasan fisik
kepada siswanya. Bahkan ungkapnya, ada siswa lain yang juga mengalami hal sama
seperti SS, namun takut melapor.
"Karena
itu, kami melakukan semuanya sudah sesuai prosedur," ucapnya.(*)
Editor:
admin2
Sumber:
Tribunnews