Oknum Polantas 'Pegangi' Dada dan Ciumi Siswi SMA |
Satu
lagi korban pelecehan seksual oknum Polantas Polres Batu di pos alun-alun Kota
Batu kembali terungkap.
Kali
ini menimpa SRP (17), warga Desa Sebaluh, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang.
Siswi
SMAN 1 Kota Batu kelas dua itu melapor ke Propam Polres Batu didampingi
sejumlah aktivis Yayasan Ujung Aspal Kota Batu, Jumat (10/6) pukul 14.00 WIB.
Di
samping itu, Jeremi (16) warga Kelurahan Ngaglik, Kecamatan Batu yang
membonceng korban ikut mendampingi melapor ke Propam Polres Batu.
Menurut
SRP, kejadian itu terjadi pada hari Rabu (1/6/2016) sekitar pukul 13.00 WIB
sepulang sekolah dan akan ikut merayakan Ulang Tahun teman di Batu Towen Square
(BATOS) dan masih berseragam Sekolah.
Awal
kejadian ketika ia yang dibonceng Jeremy dihentikan Polantas karena tidak pakai
helm di pos polisi perempatan jalan Dewi Sartika dan Jalan Patimura Kota Batu.
Korban pelecehan oknum Polantas Polres Batu, SRP didampingi sejumlah aktivis Yayasan Ujung Aspal Kota Batu saat datang ke Propam Polres Batu, Jumat (10/6/2016). |
Saat
itu, Jeremy diperiksa dokumen sepeda motor yang dikendarainya.
Dan
karena STNK hilang, Jeremy bersama dirinya diminta datang ke pos Alun-alun Kota
Batu menyelesaikan administrasi pelaporan STNK.
Pada
saat Jeremy mengurus administrasi kehilangan STNK di ruang depan pos Polantas
Alun-alun, dua oknum Polantas memanggilnya dan memegangi lemtex logo nama RSP
dan seolah sengaja pegangan tersebut diarahkan untuk menyentuh dadanya.
Sambil
bercanda, dua oknum Polantas itupun memintanya masuk ke dalam ruang gelap yang
ada di bagian belakang pos.
Dalam
ruang gelap itulah, salah satu oknum Polantas menciumi pipinya dan satu oknum
Polantas hanya melihat.
"Kami
diperlakukan tidak senonoh seperti itu tidak berani teriak karena takut sekali,
dan pak polisi satunya hanya lihat sambil bilang kalau dirinya iri juga lihat
itu," kata RSP sebelum menjalani pemeriksaan di Propam Polres Batu, Jumat
(10/6/2017).
Sekitar
15 menit ada di ruang gelap belakang Pos Polantas Alun-alun Batu, menurut RSP,
dirinya baru diperbolehkan keluar menemui kembali Jeremy yang kebetulan juga
sudah selesai mengurus administrasi STNK.
"Setelah
itu saya cerita pada Jeremi dan kami pulang tanpa berani memberitahukan
kejadian itu pada siapapun," ucap SRP.
Sedangkan
Jeremy (16) teman SRP yang memboncengnya menjelaskan, saat SRP mendapat
pelecehan dua oknum Polantas dirinya tidak mengetahui. Karena saat itu sedang
menyelesaikan administrasi STNK hilang.
Dimana
saat itu, oleh oknum Polantas dirinya melakukan negosiasi biaya bantuan karena
STNK hilang.
Awalnya
oknum Polisi meminta bantuan Rp 250 ribu, tapi setelah negosiasi ketemu uang
bantuan yang diminta menjadi Rp 150 ribu.
"Kami
bayar permintaan uang bantuan pelaporan STNK hilang, dan baru disitu SRP kembali
bersama kami," kata Jeremy yang ikut datang ke Propam Polres Batu.
Dirinya,
aku Jeremy, cukup terkejut dengan pengakuan SRP kalau sempat mendapat perlakuan
tidak senonoh dari oknum Polantas ketika ditinggal mengurus administrasi STNK
yang hilang di ruang pos depan Alun-alun Kota Batu.
Dan
atas pengakuan itupun, dirinya tidak berani bercerita kepada siapapun, termasuk
SRP yang diam atas apa yang dialaminya.
Kejadian
yang dialami SRP tersebut baru diungkapkan kepada orangtuanya setelah
mengetahui ada pemberitaan terkait pelecehan oleh oknum Polantas di pos
Alun-alun di media masa.
"Akhirnya
pagi tadi saya cerita pada ayah saya kasus serupa yang menimpa teman sekolah
saya SRP ketika di pos Alun-alun Kota Batu itu," ucap Jeremy.
Sementara
Aktifis Yayasan Ujung Aspal Kota Batu, Soejarjono Fransk menjelaskan, dirinya
mengetahui ada tindakan pelecehan pada SRP dari Jeremy. Dimana dari
cerita-cerita setelah membaca berita di media kejadianya sama seperti yang
dialami SRP.
"Tadi
pagi kami pastikan kejadian itu dan akhirnya memotivasi SRP untuk melapor ke
Propam Polres Batu karena mengalami aksi pelecehan oleh oknum Polantas di Pos
Alun-alun Kota Batu," kata Soeharjono Frans.
Dijelaskan
Soeharjono, pihaknya merasa kasus-kasus serupa dengan modus sama akan bermunculan.
Dan para korban umumnya masih anak sekolah yang ketakutan pada oknum polisi.
Tindak
oknum Polantas tersebut merupakan demoralisai buruk yang merusak anak-anak
dengan memanfaatkan kasus pelanggaran lalu lintas.
"Hal
itu sangat keji, pada anak-anak yang menjadi korban pasti ketakutan atas
perlakuan tidak senonoh tersebut," ucap Soeharjono.
Anehnya
lagi, ungkap Soeharjono, di pos Polantas ada ruang temaram cenderung gelap di
belakang pos yang seolah sengaja disediakan untuk melakukan tindakan pelecehan
pada kaum perempuan pelanggar lalu lintas.
"Ini
harus bisa disikapi serius, dan kami telah melapor ke Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) atas kasus tersebut," tutur Soeharjono.
Sumber:
Tribunnews